Sabtu, 15 Maret 2014

The Ugly Duckling

Pernah mendengar dongeng Si Itik Buruk Rupa?. Bagaimana menurut kalian?. Menurutku, itu dongeng apik yang pernah ada. Dongeng yang menggambarkan diri sendiri lebih tepatnya.



Iti buruk rupa, bisakah ia berubah menjadi itik yang paling anggun?. Mungkin sedikit mustahil kedengarannya. Jika buruk, akan terus begitu selamanya. 

Sedikit flashback saja mengenai itik buruk rupa yang lain.

Dia terlahir berbeda. Tapi ketika itik itu masih kecil, ia tak mempermasalahkan apa yang terjadi dengan dirinya. Ia sangat ceria, semua yang ada disekitarnya menjadi teman setianya. Setiap hari ia bermain dengan gembira, berenang kesana-kemari. Suaranya yang khas dengan itik mungil menambah lucu dari dirinya.

Itik tumbuh dewasa. Ia mulai menyadari bahwa dirinya berbeda. Ketika itik lain tumbuh dengan anggun dan menawan, justru ia seperti monster. Tak banyak yang mau mendekatinya. Itik itu sungguh berbeda. Buruk, buruk, buruk rupanya.

Itik itu lebih senang menyendiri. Tetapi ia sering menangisi dirinya sendiri. Ia selalu menatap air, dimana bayangannya pun sama terlihat buruknya. Ia semakin sedih.

Itik mencoba berbagai cara agar ia sama dengan itik yang lain. Mustahil, tak satupun cara yang berhasil. Itik tetap seperti itu.

Menyendiri adalah hal yang paling tepat jika ia berbeda. Bahkan ia takut untuk bertemu dengan yang lain. Itik lebih suka itu. Ketika makhluk lain memuji itik yang anggun, dia tetap tersenyum setidaknya ada dari bagiannya yang tidak terlahir buruk seperti dirinya.

Itik buruk rupa akan selamanya begitu. 1% mungkin akan ada keajaiban, tapi sepertinya peripun enggan untuk memberinya keajaiban.

Itik tetap tegar. Ia masih punya dirinya sendiri. :'( 

Tingkat Terakhir

Alasan klasik dari 20 paket ujian nasional adalah supaya siswa-siswi lebih mandiri, tidak bergantung pada teman. Solusi yang tepat?. Aku sedikit ragu.



Mungkin aku hanya secuil dari ribuan siswa yang benar-benar stres karena 20 paket soal ini.  (15/03/2014) aku menangis saat ujian sekolah antropologi akan dimulai. Aku berpikir keras bagaimana aku akan menghadapi ujian yang menentukan masa depanku. 20 paket itu nasibku digantungkan. Aku tidak naif, aku juga membutuhkan orang lain dengan arti lain dari 50 soal yang ada aku juga membutuhkan bantuan teman.

Mereka bilang ini demi kemajuan negara sendiri. Bukan aku tidak peduli, bukan karena aku warga negara yang tidak patuh tapi bisa bayangkan bagaimana sulit dan runyamnya sistematika demi mendapat ijazah, sekali lagi ijazah. Aku juga siswa yang punya urusan lain selain sekolah. Lalu bagaimana dengan yang lain?, sama. Banyak yang mengeluh karena hal ini. 

Bahkan jauh sebelum 20 paket masih ada saja kasus siswa yang tidak lulus, itu dahulu. Beberapa bahkan tergolong siswa yang berprestasi. Aku tidak akan memikirkan dahulu, yang ada sekarang hanyalah "bisakah aku lulus dengan 20 paket tersebut?". Never give up, itu kata orang sebagai penyokong agar aku sanggup menghadapi ujian nasional. 

Kalau dipikir lagi, mereka bilang INI DEMI KEPENTINGAN BERSAMA. Bersama?, apa mereka turut membantu siswa mengerjakan soal. Kritis itu perlu, apalagi untuk seorang pelajar. Tapi aku bingung kemana harus aku sampaikan kritik semacam ini?. Apakah aku harus membuat lagu dengan lirik kritik sosial seperti Iwan Fals?, atau membuat sajak puisi seperti W.S. Rendra?. Aku yakin telinga mereka tidak tuli terhadap keluhan-keluhan yang muncul sejak tahun lalu. Masih dengan keluhan yang sama.

Tiga tahun bersekolah ditakutkan dengan hal semacam ini. Tidak logis jika dipikir. 20 paket soal, itu berarti akan ada oknum-oknum yang memanfaatkan hal ini. Sudahkah mereka pikirkan dampak-dampaknya?. Memajukan bukan berarti harus rumit. 

Dulu waktu aku masih duduk di Sekolah Menengah Pertama adalah tahun pertama menggunakan 5 paket soal. Bagi yang otaknya pas-pasan itu bagaikan neraka 1cm di bawah telapak kaki, berat rasanya kaki melangkah ke ruang ujian. 5 paket soal dengan pengawas yang ketat. Ternyata benar, hasilnya pun mengecewakan.

Keluhanku ini hanya mampu didengar telingaku sendiri. 

Semoga di tahun-tahun yang akan datang tidak ada lagi yang namanya pendidikan rumit.
Doakan saja aku menjadi Menteri Pendidikan.
Maaf, kritis itu perlu. Aku hanya ingin mengutarakan apa yang aku rasakan melalui diary eletrikku.

Harapanku UN dengan 20 paket bukanlah penghalang. Semoga aku dan ribuan peserta UN tingkat SMA/MA/Sederajat Tahun 2014 ini LULUS 100%, dengan nilai yang memuaskan.

Terima kasih.